Belitung, atau Belitong (bahasa setempat,
diambil dari nama sejenis siput laut),
dulunya dikenal sebagai Billiton adalah
sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, Indonesia,
diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata. Pulau ini terkenal dengan lada putih (Piper
sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang, dan bahan
tambang tipe galian-C seperti timah putih (Stannuum), pasir kuarsa,
tanah liat putih (kaolin), dan granit. Serta akhir-akhir ini menjadi tujuan
wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812), sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda,
bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York).
Kota utamanya adalah Tanjung Pandan.
Pulau Belitung terbagi
menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung, beribukota di Tanjung Pandan, dan Belitung Timur, beribukotaManggar.
Sebagian besar
penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat akrab
dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Berbagai olahan
makanan yang berbahan ikan menjadi makanan sehari-hari penduduknya. Kekayaan
laut menjadi salah satu sumber mata pencaharian penduduk Belitung. Sumber daya
alam yang tak kalah penting bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah.
Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda.
Penduduk Pulau Belitung
terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung) dan keturunan
Tionghoa Hokkien dan Hakka.
Secara geografis pulau
Belitung (Melayu ; Belitong) terletak pada 107°31,5' - 108°18' Bujur Timur
dan 2°31,5'-3°6,5' Lintang Selatan. Secara keseluruhan luas pulau Belitung
mencapai 4.800 km² atau 480.010 ha.Pulau Belitung disebelah utara dibatasi oleh
Laut Cina Selatan, sebelah timur berbatasan dengan selat Karimata, sebelah
selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah barat berbatasan dengan selat Gaspar. Di sekitar pulau ini terdapat pulau-pulau kecil seperti
Pulau Mendanau, Kalimambang, Gresik, Seliu dan lain-lain.
Sejarah Belitung
Belitung merupakan
kepulauan yang mengalami beberapa pemerintahan raja-raja. Pada akhir abad ke-7,
Belitung tercatat sebagai wilayah Kerajaan Sriwijaya, kemudian ketika
Kerajaan Majapahit mulai berjaya pada tahun 1365, pulau ini menjadi salah satu
benteng pertahanan laut kerajaan tersebut. Baru pada abad ke-15, Belitung
mendapat hak-hak pemerintahannya. Tetapi itupun tidak lama, karena ketika
Palembang diperintah oleh Cakradiningrat II, pulau ini segera menjadi
taklukan Palembang.
Sejak abad ke-15 di
Belitung telah berdiri sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Badau dengan Datuk Mayang
Geresik sebagai raja pertama. Pusat pemerintahannya terletak di sekitar daerah
Pelulusan sekarang ini. Wilayah kekuasaaannya meliputi daerah Badau, Ibul,
Bange, Bentaian, Simpang Tiga, hingga ke Buding, Manggar dan Gantung. Beberapa
peninggalan sejarah yang menunjukkan sisa-sisa kerajaan Badau, berupa tombak
berlok 13, keris, pedang, gong, kelinang, dan garu rasul.
Peninggalan-peninggalan tersebut dapat ditemui di Museum Badau.[1]
Kerajaan kedua adalah
Kerajaan Balok. Raja pertamanya berasal dari keturunan bangsawaan Jawa dari Kerajaan Mataram Islam bernama
Kiai Agus Masud atau Kiai Agus Gedeh Ja'kub, yang bergelar Depati Cakraningrat
I dan memerintah dari tahun 1618-1661. Selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh
Kiai Agus Mending atau Depati Cakraningrat II (1661-1696), yang memindahkan
pusat kerajaan dari Balok Lama ke suatu daerah yang kemudian dikenal dengan
nama Balok Baru. Selanjutnya pemerintahan dipegang oleh Kiai Agus Gending yang
bergelar Depati Cakraningrat III.[1]
Pada masa pemerintahan
Depati Cakraningrat III ini, Belitung dibagi menjadi 4 Ngabehi, yaitu :
1. Ngabehi Badau dengan gelar Ngabehi Tanah Juda atau Singa
Juda;
2. Ngabehi Sijuk dengan gelar Ngabehi Mangsa Juda atau Krama
Juda;
3. Ngabehi Buding dengan gelar Ngabehi Istana Juda;
4. Ngabehi Belantu dengan gelar Ngabehi Sura Juda.
Masing-masing Ngabehi
ini pada akhirnya menurunkan raja-raja yang seterusnya lepas dari Kerajaan
Balok. Pada tahun 1700 Depati Cakraningrat III wafat lalu digantikan oleh Kiai
Agus Bustam (Depati Cakraningrat IV). Pada masa pemerintahan Depati
Cakraningrat IV ini, agama Islam mulai tersebar di Pulau Belitung.
Gelar Depati
Cakraningrat hanya dipakai sampai dengan raja Balok yang ke-9, yaitu Kiai Agus
Mohammad Saleh (bergelar Depati Cakraningrat IX), karena pada tahun 1873 gelar
tersebut dihapus oleh Pemerintah Belanda. Keturunan raja Balok selanjutnya
yaitu Kiai Agus Endek (memerintah 1879-1890) berpangkat sebagai Kepala Distrik
Belitung dan berkedudukan di Tanjungpandan.
Kerajaan ketiga adalah
Kerajaan Belantu, yang merupakan bagian wilayah Ngabehi Kerajaan Balok. Rajanya
yang pertama adalah Datuk Ahmad (1705-1741), yang bergelar Datuk Mempawah.
Sedangkan rajanya yang terakhir bernama KA. Umar.
Kerajaan keempat atau
yang terakhir yang pernah berdiri adalah Kerajaan Buding, yang merupakan bagian
dari wilayah Kerajaan Balok. Rajanya bernama Datuk Kemiring Wali Raib. Dari
keempat kerajaan yang telah disebutkan diatas, Kerajaan Balok merupakan
kerajaan terbesar yang pernah ada di Pulau Belitung.[1]
Pada abad ke-17, Pulau
Belitung menjadi jalur perdagangan dan tempat persinggahan kaum pedagang. Dari
sekian banyak pedagang, yang paling berpengaruh adalah pedagang Cina dan Arab. Hal ini dapat dibuktikan dari tembikar-tembikar yang berasal dari Wangsa Ming abad ke-14 hingga
ke-17, yang banyak ditemukan dalam lapisan-lapisan tambang timah di daerah
Kepenai, Buding, dan Kelapa Kampit. Berdasarkan catatan
dari sejarawan Cina bernama Fei Hsin (1436). Sedangkan orang Cina mengenal
Belitung disebabkan pada tahun 1293, pedagang-pedagang Cina tersebut masuk ke
Pulau Belitung sekitar tahun 1293. Sebuah armada Cina dibawah pimpinan Shi Pi,
Ike Mise dan Khau Hsing yang sedang mengadakan perjalanan ke Pulau Jawa
terdampar di perairan Belitung.[1]
Selain bangsa Cina,
bangsa lain yang banyak mengenal Pulau Belitung adalah bangsa Belanda. Pada
tahun 1668, sebuah kapal Belanda bernama 'Zon De Zan Loper', dibawah pimpinan
Jan De Marde, tiba di Belitung. Mereka merapat di sungai Balok, yang saat itu
merupakan satu-satunya bandar di Pulau Belitung yang ramai dikunjungi pedagang
asing.[1]
Berdasarkan penyerahan
Tuntang pada tanggal 18 September 1821, Pulau Belitung masuk dalam wilayah
kekuasaan Inggris (meskipun secara de facto terjadi pada tanggal 20
Mei 1812). Residen Inggris di Bangka, mengangkat seorang raja siak untuk
memerintah Belitung karena di pulau kecil ini sering terjadi perlawanan rakyat
yang dipimpin oleh tetua adat. Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Komisaris
Jenderal Kerajaan Inggris tanggal 17 April 1817, Inggris menyerahkan Belitung
kepada Kerajaan Belanda. Selanjutnya atas nama Baginda Ratu Belanda, ditunjuk
seorang Asisten Residen untuk menjalankan pemerintahan di Pulau Belitung.[1]
Pada tahun 1823, seorang
Kapten berkebangsaan Belgia bernama JP. De La Motte, yang menjabat sebagai
Asisten Residen dan juga pimpinan tentara Kerajaan Belanda, berhasil menemukan
timah di pulau tersebut. Selanjutnya seusai Traktat London tahun 1850, penambangannya diambil alih oleh Billiton
Maatschapij, sebuah perusahaan penambangan timah milik Pemerintah Belanda. Pada
saat itu Belitung terbagi atas 6 daerah, yaitu :
Pada tahun 1890, pangkat
Ngabehi dihapus dan digantikan dengan Kepala Distrik. Selanjutnya terdapat 5
distrik yaitu : Tanjungpandaan, Manggar, Buding, Dendang danGantung. Tahun 1852 Belitung
dipisahkan dari Bangka dalam urusan administrasi dan kewenangan
penambangan timah. Pemisahan tersebut atas desakan JF. Louden (kepala
pemerintahan pusat di Batavia), untuk mencegah pengaruh buruk dari Residen Bangka yang
iri melihat pertambangan timah yang berkembang dengan pesat di Belitung. Dalam
rangkaian sistem pemerintahan Hindia Belanda, pada tahun 1921 Belitung dijadikan sebuah distrik yang
dikepalai oleh seorang Demang yaitu KA. Abdul Adjis, yang dibantu 2 orang
Asisten Demang yang membawahi 2 onder district, yaitu Belitung Barat dan
Belitung Timur. Gemeente atau kelurahan di Belitung dibentuk pada tahun
1921-1924. Berdasarkan Ordonantie No. 73 tanggal 21 Februari 1924, Belitung
terbagi menjadi 42 Gemeente.[2]
Pada tahun 1933,
Belitung berubah status menjadi satu Onder-afdeling yang
diperintah oleh seorang Controleur dengan pangkat Assistant
Resident, yang bertanggung jawab kepada Residen dari Afdeling Bangka -
Belitung yang berkedudukan di Pulau Bangka. Tanggal 1 Januari 1939 berlaku
peraturan baru di wilayah di wilayah Belitung, yang berarti Pulau Belitung
sudah diberi hak untuk mengatur daerahnya sendiri. Tentu saja hal tersebut
memengaruhi beberapa keadaan, misalnya Onder-afdeling Belitung meliputi 2
distrik yaitu, Distrik Belitung Barat dan Distrik Belitung Timur, yang
masing-masing dikepalai oleh seorang Demang.[2]
Tentara Jepang menduduki
Pulau Belitung pada bulan April 1944, pemerintahan dikedua distrik dikepalai
oleh Gunco. Pada awal tahun 1945, Jepang membentuk Badan Kebaktian Rakyat di
Belitung yang bertugas membantu pemerintahan. Masa pendudukan Jepang tidak
lama, selanjutnya terjadi perubahan kembali ketika tentara Belandakembali
menguasai Belitung pada tahun 1946. Pada masa pemerintahan Belanda ini,
Onder-afdeling Belitung diperintah kembali oleh Asisten Residen Bangsa Belanda,
sedangkan penguasaan distrik tetap dipegang oleh seorang Demang yang kemudian
diganti dengan sebutan Bestuurhoofd.[2]
Masa kemerdekaan
Pulau Belitung sebagai
bagian dari Residensi Bangka - Belitung, beberapa tahun lamanya pernah menjadi
bagian dari Gewest Borneo, kemudian menjadi bagian Gewest Bangka - Belitung
dan Riau. Tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena
muncul peraturan yang mengubah Pulau Belitung menjadi Neolanchap. Selanjutnya
sebagai badan pemerintahan dibentuklah Dewan Belitung pada tahun 1947. Pada
waktu pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS),
Neolanchap Belitung merupakan negara tersendiri, bahkan karena sesuatu hal
tidak menjadi negara bagian. Tahun 1950 Belitung dipisahkan dari RIS dan
digabungkan dalam Republik Indonesia. Pulau Belitung menjadi
sebuah kabupaten yang termasuk dalam Provinsi Sumatera Selatan dibawah kekuasaan militer, karena pada waktu itu
Sumatera Selatan merupakan Daerah Militer Istimewa. Sesudah berakhirnya
pemerintahan militer, Belitung kembali menjadi kabupaten yang dikepalai oleh
seorang Bupati.[2]
Pada tanggal 21 November
2000, berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000, Pulau Belitung bersama
dengan Pulau Bangka memekarkan diri dan membentuk satu provinsi baru dengan
nama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Provinsi ini merupakan provinsi ke-31 di Indonesia.
Berdasarkan aspirasi masyarakat dan berbagai pertimbangan, Kabupaten Belitung
dibagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung beribukota
di Tanjungpandan dengan cakupan wilayah meliputi 5 kecamatan dan
Kabupaten Belitung Timur dengan Manggar sebagai
ibukotanya dengan cakupan wilayah meliputi 4 kecamatan.[2]
Bentang alam
Belitung memiliki salah
satu jenis vegetasi yang disebut dengan hutan kerangas. Hutan kerangas adalah hutan yang tumbuh di atas
pasir kuarsa yang memiiki pH rendah dan miskin
nutrisi. Vegetasi yang khas pada hutan kerangas adalah sapu padang (Baeckea frutescens), ketakong/kantong
semar (Nepenthes gracilis), drosera (Drosera burmanii), pelawan (Tristaniopsis obovata), ulin (Eusideroxylon zwagerii), pasak bumi (Eurycoma longifolia), dan
kucai padang (Fimbristylis sp.).[3] Beberapa tanaman yang hidup di hutan kerangas
Belitung juga memiliki khasiat sebagai tanaman obat[4] sehingga pengrusakan yang sangat tidak bertanggung
jawab oleh pelaku
penambangan timah memiliki dampak yang sangat
buruk bagi biodiversity dan sosial kemasyarakatan.
Sosiodemografi
Berdasarkan data dari
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Belitung, per 31 Agustus 2013,
penduduk Kabupaten Belitung berjumlah 170.782 jiwa dengan komposisi 87.705 jiwa
Laki-laki (51,35%) dan 83.077 jiwa perempuan (48,65%). Jumlah laki-laki di
Belitung masih lebih tinggi dibanding dengan jumlah perempuan. Sex Ratio di Kabupaten
Belitung adalah 105,57 yang menunjukkan terdapat 105 oranglaki-laki di antara
100 perempuan.
Jumlah penduduk Kabupaten Belitung Timur tahun
2012 sebanyak 116.356 jiwa. Hal ini menunjukkan telah terjadi penambahan jumlah
penduduk dibanding tahun sebelumnya sebesar 3.041 orang atau 2,7 persen.
Penduduk di Kabupaten Belitung Timur lebih banyak penduduk laki-laki
dibandingkan penduduk perempuan dimana 59.913 jiwa atau 51,5 % laki-laki
dan sisanya 56.443 jiwa atau 48,5 % adalah perempuan.
Kepadatan, Pertumbuhan, dan
Distribusi Penduduk
Tingkat pertumbuhan dan
kepadatan penduduk antar kecamatan sangat bervariasi. Hal ini disebabkan
penyebaran penduduk yang tidak merata, dimana permukiman penduduk
terkonsentrasi di Taniungpandan, yang merupakan ibukota Kabupaten Belitung,
dengan kepadatan penduduk sebesar 258 jiwa/km2. Dilihat dari tingkat
kepadatan penduduknya, Kecamatan Tanjungpandan memiliki kepadatan penduduk yang
paling tinggi, bahkan empat kalinya dari kecamatan dengan kepadatan penduduk
tertinggi kedua yaitu Kecamatan Sijuk. Hal ini terjadi karena
Kecamatan Tanjungpandan merupakan ibukota Kabupaten Belitung serta pusat
kegiatan perekonomian Belitung yang berpusat pada perdagangan, perhotelan,
rumah makan dan restoran, serta pusat pendidikan.walaupun luas wilayah tanjungpandan hanya 16,5% dari total luas Belitung.
Terjadi juga peningkatan
untuk kepadatan penduduk, di Kabupaten Belitung Timur pada tahun 2012 dari
45,20 jiwa per Km2 di menjadi 46,41 jiwa per Km2 penyebaran
yang tidak merata. Hal ini terlihat dari masih terpusatnya penduduk di
Kecamatan Manggar sebagai ibukota kabupaten dengan kepadatan hingga 106,01 jiwa
per Km2, dengan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kecamatan
lain yang relatif merata penyebarannya.
Tingkat Pendidikan dan Agama
Etnis penduduk asli
Kabupaten Belitung adalah etnis Melayu yang
kemudian mengalami akulturasi dan asimilasi dengan berbagal
etnis Iainnya, yaitu etnis Melayu Riau, Palembang, Bugis, Cina, Jawa, dan etnis
lainnya. Kebudayaan etnis Melayu, etnis Cina, agama Islam dan kepercayaan yang
dibawa oleh etnis Cina telah banyak berpengaruh terhadap pola-pola kebudayaan
dan pola relasi sosial masyarakat Kabupaten Belitung.
Berdasarkan agama,
penduduk Kabupaten Belitung didominasi oIeh pemeluk agama Islam yaitu sebesar
91,61%, dan pemeluk agama Iainnya adalah Budha sebanyak 6,37%, Protestan 1,02%;
Katholik 0,55% dan Hindu 0,45%.
Partisipasi melanjutkan
pendidikan dari SD ke SMP sebesar 32,17% dan dari SMP ke SMU sebesar 70,36%.
Artinya jumlah anak sekolah yang masuk ke sekolah lanjutan pertama perlu
peningkatan.Sedangkan dari lanjutan pertama ke sekolah menengah umum mencapai
70%. Partisipasi masyarakat yang menyelesaikan pendidikan di Belitung 8,26%
(rata-rata 343 orang per tahun). Dengan demikian tingkat partisipasi penduduk
sekolah dasar cukup tinggi, tetapi jumlah yang melanjutkan ke SMP hanya 32,17%,
tapi SMP-SMU mencapai 70%. Sementara itu jumlah sekolah tidak menunjukkan
peningkatan signifikan.
Salah satu faktor
pendukung keberhasilan pembangunan adalah adanya sumber daya manusia yang
berkualitas. Melalui Jalur pendidikan, pemerintah berupaya untuk menghasilkan
dan meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Gerakan Nasional Orang
Tua Asuh (GNOTA), wajib belajar 6 tahun yang dilanjutkan wajib belajar 9 tahun,
UUD 1945 beserta amandemennya (pasal 31 ayat 2) serta program pendidikan
lainnya adalah bentuk upaya pemerintah dalam rangka menciptakan sumber daya
manusia tangguh yang siap bersaing pada era globalisasi. Peningkatan sumber
daya manusia sekarang ini lebih diutamakan dengan memberikan kesempatan kepada
penduduk untuk mendapatkan pendidikan yang seluas-luasnya, terutama penduduk
pada kelompok umur 7-24 tahun yang merupakan kelompok usia sekolah.
Ketenagakerjaan
Berdasarkan data
Belitung Dalam Angka 2012, angkatan kerja di Kabupaten Belitung pada tahun 2011
berjumlah 2.798 jiwa yang terdiri dari 242 jiwa (8,65%) sudah ditempatkan dan
2.556 jiwa (91,35%) belum ditempatkan. Apabila dikelompokkan menurut tingkat
pendidikan jumlah terbesar penduduk pencari kerja di Kabupaten Belitung adalah
tamatan SLTA yaitu sebesar 67,44%. Tabel berikut memperlihatkan data angkatan
kerja ini.Sektor pertanian dan perkebunan, termasuk perikanan, masih merupakan
sektor kedua yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Belitung. Hal
ini mungkin disebabkan karena seringkali untuk masuk ke dalam sektor ini tidak
memerlukan persyaratan tertentu. Sedangkan lapangan pekerjaan lain yang
memerlukan tenaga kerja ahli saat ini dikaitkan kondisi SDM Kabupaten Belitung
yang ada. Secara lebih mendetail, berikut ini adalah komposisi penduduk
Kabupaten Belitung menurut mata pencahariannya. 22,67% masyarakat Belitung
belum/tidak bekerja, dan 24,74% masyarakat Belitung adalah ibu rumah tangga.
Sementara komposisi pekerjaan terbesar berikutnya adalah sabagai
pelajar/mahasiswa sebanyak 17,72%.
Kondisi ini menunjukkan
bahwa tiga program terkait tersebut belum menjadi sektor penggiat ekonomi
daerah yang didukung penuh oleh ketertarikan penduduk Kabupaten Belitung
sebagai mata pencahariannya.Oleh karena itu, perlu diciptakan strategi yang
tepat agar penduduk berminat untuk bekerja dan mengembangkan ke tiga program
prioritas tersebut, sehingga kesiapan SDM Kabupaten Belitung untuk berkiprah
lebih banyak.dan lebih berkualitas terhadap trilogi program pambangunan
Kabupaten Belitung dapat dipenuhi.
Peluang pemenuhan saat
ini masih sangat terbuka mengingat masih banyak penduduk usia produktif.
Penduduk usia produktif masih bisa dikelompokkan ke dalam (i) kelompok yang
sedang menunggu pekerjaan, masih sekolah dan ibu rumah tangga, (ii) kelompok
yang bekerja dibawah standard minimum, dan (iii) kelompok yang tidak bekerja.
Kualitas SDM sangat
penting untuk ditingkatkan.mengingat persaingan tenaga kerja yang skilled labor
akan sangat mencantumkan apakah masyarakat Belitung dapat tinggal landas
bersama tiga sektor prioritas. Secara diagram dapat diiihat hubungan pentingnya
pengembangan sumber daya manusia di Kabupaten Belitung.
Dari realitas keragaman
perekonomian di Kabupaten Belitung yang didominasi oleh sektor ekonomi yang
bersifat ekstraktif [(perikanan Laut dan pertambangan) dan sektor perkebunan],
kemudian loncat ke sektor perdagangan (ekspor kaolin,timah, Crude Palm Oil (CPO)),
maka kualitas SDM di Kabupaten Belitung masih perlu terus ditingkatkan untuk
mengembangkan tiga program prioritas yaitu : Perikanan dan Kelautan
[Perikanan Tangkap Modern, Perikanan Budi Daya Perairan]; Pariwisata, dan
Kepelabuhanan.
Upah Minimum Kabupaten
(UMK) Belitung pada tahun 2011 adalah sebesar Rp1.219.000,- naik sebesar 15%
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp1.060.000,-.